........Selamat Hari Jadi Kab. Nunukan ke 13 tgl 12 Oktober 2012.......

Sabtu, 30 Juni 2012

Rekostruksi Usaha Rumput Laut di Nunukan

REFLEKSI HUT KE 12 KABUPATEN NUNUKAN (3):

Rekostruksi Usaha Rumput Laut di Nunukan


Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto


Hasil produksi rumput laut kering di Nunukan sudah menjadi yang terbesar di Pulau Kalimantan, setiap bulan sekitar 500 ton rumput laut kering dikirim ke Surabaya dan Makasar. Pengiriman ke Makasar menggunakan kapal dengan kemasan karung sak plastic melalui Pelabuhan Pare-Pare, diteruskan dengan angkutan truk menuju Makasar. Sedangkan pengiriman ke Surabaya diangkut dalam peti kemas 20 feet dengan kapal barang jurusan Surabaya.

Rumput laut yang sudah dipanen oleh petani kemudian dikeringkan di pinggir pantai atau di daratan, setelah kering rumput laut disimpan digudang atau rumah petani sambil menunggu pembeli. Pembeli yang datang biasanya adalah para peluncur yang mewakili para pedagang. Para petani biasanya hanya berhubungan dengan para peluncur ini. Hargapun biasanya banyak ditentukan oleh para peluncur dan petani biasanya menurut saja harga yang ditentukan berdasarkan versi para peluncur. Kalau harga cocok barang akan ditimbang dan diangkut oleh para peluncur menuju gudang para pedagang.

Ada pedagang local yang berasal dari Nunukan sendiri dan ada juga kadang-kadang pedagang dari luar daerah. Pedagang luar daerah yang sering masuk ke Nunukan ini antara lain berasal dari Surabaya, Makasar, Batam dan Jakarta. Jika banyak pedagang dari luar daerah yang masuk, biasanya harga di tingkat petani agak naik, namun jika tidak ada pedagang luar yang masuk, maka harga biasanya turun.

Menurut beberapa petani, selain factor harga , kalau produksi rendah juga akan mengurangi pendapatannya. Ukuran yang lazim mereka gunakan adalah tali bentangan. Ukuran kepemilikan dan ukuran produksi juga didasarkan pada jumlah satuan tali bentangan. Demikian juga dalam membayar ongkos buruh pengikat bibit, menanam atau mengikat tali di lokasi fondasi, juga berdasarkan satuan tali bentangan.

Yang sering dikeluhkan oleh para petani adalah :
1. Harga rumput laut yang rendah
2. Biaya-biaya tenaga yang semakin mahal
3. Produksi rumput laut yang rendah
4. Sering terjadi rumput laut putus, patah dan rontok.
5. Rumput laut banyak ditempeli tiram dan terbalut lumut.
6. Tali bentangan putus, lepas dan terhanyut atau tergulung.
7. Kalau cuaca sering hujan, tenaga untuk penjemuran jadi lebih banyak, kesusutan semakin besar, biaya juga membengkak. Dengan demikian rumput laut tidak bisa segera dijual dan dana pembayaran jadi tertunda.

Upaya upaya rekonstruksi usaha rumput laut ini harus bisa menjawab berbagai masalah di atas, baik secara langsung atau tidak langsung, jangka pendek maupun jangka panjang demi kelangsungan dan kegairahan usaha petani. Upaya-upaya itu bisa ditempuh menurut beberapa aspek berikut :
1. Pengelolaan tata ruang dan lokasi budidaya
2. Penguatan kelembagaan, system kemitraan dan tata niaganya.
3. Perbaikan system budidaya dengan produktifitas tinggi dan berkelanjutan
4. Pengelolaan paska panen yang dapat menjamin kualitas produk dengan nilai tambah yang tinggi dan berdaya saing serta tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca yang sering berubah.
5. Memperbaiki system operasional tata niaga yang efisien, murah dan rasional meliputi tarif angkutan, buruh, jasa pelabuhan dan kapal yang rasional dan pasti.
6. Menetapkan harga sesuai dengan standard mutu yang terkontrol, adil dan transparan diantara petani dan pedagang.
7. Penyediaan permodalan usaha dan jaminan social bagi para petani rumput laut dan keluarganya.
8. Mengembangkan nilai tambah
9. Dll.

Upaya-upaya di atas masih perlu dirinci secara lebih detail dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, dikontrol dan dievaluasi secara terus menerus untuk terciptanya suatu system usaha yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. Oleh karena itu perlu dibangun rasa kebersamaan, saling menghargai, transparansi, adil dan saling menjaga antara para stake holder, baik petani, pembina, pedagang dan pabrikan atau eksportir. Pembina yang dimaksud adalah Pemerintah, Penegak Hukum, Perbankan dan seluruh aparatnya juga harus bisa diterima keberadaannya baik oleh petani maupun oleh pedagang yang ada, juga menjalankan tugasnya dengan benar.
Bagaimana menurut Anda???

Rekonstruksi Usaha Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Nunukan

REFLEKSI HUT KE 12 KABUPATEN NUNUKAN (2):

Rekonstruksi Usaha Kelapa Sawit Rakyat

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto


Harga TBS Kelapa Sawit (September 2011) di tingkat kebun masyarakat masih sangat rendah yaitu hanya sekitar Rp 500/kg, sedangkan di tingkat Pabrik di Sebuku (PT. KHL) sudah Rp 900/kg, di Seimenggaris (PT. NJL) sekitar Rp 900/kg. Pada waktu yang sama para petani Kelapa Sawit di Kutai Timur, Paser, Kutai Karta Negara sudah menikmati harga tandan sawit di atas harga Rp 1.000/kg.

Para petani Plasma yang berada di eks Satuan Pemukiman Transmigrasi di Sebuku yang sekarang sudah menjadi Desa Sanur dan Desa Makmur juga masih menerima hasil pembagian plasma sebesar Rp 450.000/ bulan/KK yang berasal dari luas kebun plasma 2 (dua) hektar per KK. Pada awal pembagian uang plasma dulu petani hanya menerima Rp 250.000/KK, kemudian naik secara bertahap menjadi Rp 450.000/KK seperti sekarang ini.

Ketidaklayakan penerimaan seperti diatas disebab oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Produksi dan kualitas Kelapa Sawit rendah tidak sesuai yang diharapkan (versi Pabrik atau Perusahaan Inti).
2. Proyek awal pembukaan kebun plasma dan inti dilakukan dengan sembarangan dan kurang bertanggung jawab, sebab perusahaan hanya berkonsentrasi pada pekerjaan kayu dari pada kebun Kelapa Sawit (versi masyarakat).
3. Ongkos transportasi masih mahal karena kondisi jalan dan jembatan masih sulit ditembus, di antara para petani Sawit belum terlembaga dengan baik sehingga biaya-biaya operasional masih tinggi.
4. Langka dan mahalnya sarana prasarana produksi seperti pupuk, obat-obatan pertanian, dll. menyebabkan produktifitas tidak maksimal karena petani terbatas modalnya.
5. Dll.


Lalu apa yang bisa dilakukan untuk upaya rekunstruksi dimaksud? Upaya yang paling mungkin dilakukan antara lain sebagai berikut :
1. Memperbaiki system kemitraan antara petani, koperasi dan perusahaan. Dalam arti, memperkuat bargaining positionnya petani. Karena selama ini petani masih sangat lemah, mereka menerima saja perlakuan yang diberikan oleh perusahaan. Celakanya, koperasi yang diharapkan dapat mengayominya ternyata dikuasai oleh oknum-oknum oportunis yang hanya mementingkan dirinya sendiri, terlalu memihak perusahaan dan mengorbankan orang banyak.

Maka dengan perbaikan system kemitraan akan bisa mempengaruhi harga pembelian pabrik lebih rasional kemudian dapat lebih menggairahkan para petani untuk bekerja lebih baik, karena disitu ada kepastian usaha.
2. Menghitung kembali harga sebenarnya sesuai dengan norma yang ada, memperbaiki pos-pos yang membuat biaya-biaya terlalu tinggi dan tidak efisien. Dengan harga yang pantas pasti semua orang akan senang dan mendapatkan hasil yang cukup.
3. Memaksimalkan produksi dengan pengelolaan kebun dengan control ketat sesuai SOP yang terbaik. Dengan demikian hasil panen akan tinggi dan berkelanjutan. Dengan demikian produksi akan tinggi dan sesuai standard minimal skala usaha.
4. Keadaan infrastruktur jalan dan jembatan harus dibangun dan selalu dipelihara untuk memastikan semua hasil kebun masyarakat bisa terjual semuanya. Dengan transportasi yang lancar, maka biaya-biaya angkutan TBS bisa ditekan semurah mungkin. Dengan demikian biaya yang harus dikeluarkan oleh petani menjadi lebih kecil sedangkan pendapatan menjadi naik.
5. Dll.

PERLU UPAYA REKONTRUKSI EKONOMI RAKYAT YANG CEPAT DAN TEPAT DI NUNUKAN

REFLEKSI HUT KE 12 KABUPATEN NUNUKAN :
PERLU UPAYA REKONTRUKSI EKONOMI RAKYAT YANG CEPAT DAN TEPAT

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto

Banyak orang mengatakan ekonomi rakyat di Nunukan semakin lesu. Kemudian mereka membandingkan keadaan ekonomi yang dulu pernah terjadi, pada saat bisnis illegal loging dan bisnis yang berhubungan dengan TKI masih marak. Kini ekonomi Nunukan lesu, karena dua kegiatan tadi tidak lagi ramai, yang kemudian menyebabkan masyarakat Nunukan banyak kehilangan mata pencahariannya atau menurun pendapatannya. Supir-supir taxi, penjual makanan dan minuman, para pengurus TKI, calo-calo tiket kapal, para buruh pelabuhan, tempat-tempat hiburan, pedagang-pedagang minuman keras, bahkan petugas-petugas banyak yang mengalami penurunan pendapatan bakan kehilangan pekerjaan.

Masa-masa ekonomi lesu itu terjadi setelah tahun 2004-2005, yang ditandai dengan sulitnya memperoleh kayu illegal, bahkan untuk membangun rumah atau keperluan proyek pemerintah saja sulit mendapatkan kayu. TKI juga begitu, segala pengurusan dokumen perpanjangan cukup dilakukan di Konsulat yang berada di Tawao, sehingga praktis tidak perlu lagi mengurus dokumen di Nunukan. Padahal yang paling banyak menyemarakkan ekonomi di Nunukan biasanya adalah para TKI yang sudah bekerja kemudian mereka ke Nunukan dengan membawa uang, bukan TKI yang baru masuk yang belum banyak uangnya.

Pemerintah Kabupaten Nunukan sudah lahir sejak tanggal 12 Oktober 1999 yang ditandai adanya Undang-undang terbentuknya Kabupaten Nunukan bersama 4 (empat) kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Sejak kelahirannya sampai sekarang ini sudah mengalami 3 (tiga) kali perubahan kepemimpinan, yaitu :
1. Tahun 1999 sampai 2001 dengan Pj. Bupati Drs. H. Bustaman Arham
2. Tahun 2001 sampai 2006 dengan Bupati H. Abdul Hafied Ahmad
3. Tahun 2006 sampai 2011 dengan Bupati H. Abdul Hafied Ahmad (periode kedua)
4. Tahun 2011 (Bulan Mei) sampai sekarang (Bulan September 2011) dengan Bupati Drs. M. Basri.
Demikian juga dalam kehidupan politik di Kabupaten Nunukan, yang digambarkan dengan keadaan lembaga legislative, yaitu DPRD Kabupaten Nunukan, juga sudah mengalami 3 (tiga) kali kepemimpinan, yaitu :
1. Tahun 1999 sampai 2004 dengan Ketua H. Mansur Husin
2. Tahun 2004 sampai 2009 dengan Ketua Drs. H. Ngatijan Ahmadi
3. Tahun 2009 sampai 2014 dengan Ketua Nardi Azis

Tentu saja keadaan Kabupaten Nunukan tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan era kepemimpinan Bupati dan Dewan saja, namun juga ada peran-peran yang lain yang berada di 2 (dua) institusi tersebut. Namun dua lembaga besar inilah yang akan mempengaruhi banyak lembaga-lembaga di bawahnya, maupun struktur kebijakan yang pasti berimplikasi kepada ekonomi masyarakat baik secara langsung atau tidak langsung.

Namun dalam perbincangan di tingkat masyarakat pada level akar rumput (grass root), mereka membagi kondisi perekonomian di Kabupaten Nunukan ini dengan beberapa era (jaman) yang ditandai dengan tonggak-tonggak kegiatan ekonomi (paling tidak) sebagai berikut :

1. Jaman SMOKOL (SMUGGLE) yaitu antara tahun 1970 hingga 1990, karena ...pada jaman itu perdagangan antar Nunukan-Tawau sangat lancar dan memang hampir semua kebutuhan masyarakat Nunukan itu didatangkan dari Tawau belum lagi perahu jongkong yang memuat pekerja Indonesia yang bekerja di Malaysia (waktu itu belum ada istilah TKI, jadi warga Indonesi yang masuk ke sana hampir bisa dikatakan bebas, waktu itu tidak ada yang namanya deportase (pekerja Indonesia yang dipulangkan oleh Malaysia). Selain itu ada lagi kapal-kapal dari China, Hongkong, Korea, Singapura, Thailand dll. yang berlabuh di Pelabuhan Nunukan. Jadi waktu itu hampir semua masyarakt Nunukan sejahtera, tidak ada orang yang menjerit kelaparan seperti sekarang ini. Jadi menurut saya, jaman yang terindah dari semua jaman itu adalah Jaman SMOKOL (menurut Maddukaleng, 2011).
 
2. Jaman Illegal Logging masih marak (banjir kap) : sebelum Kabupaten Nunukan berdiri sampai dengan 2004-2005)
3. Jaman TKI masih banyak yang berurusan di Nunukan : sebelum Kabupaten Nunukan berdiri sampai dengan 2006)
4. Jaman Deportasi TKI secara besar-besaran : Tahun 2002-2003
5. Jaman Kakao di Sebatik mulai panen : sekitar tahun 2001-2002.
6. Jaman Proyek-proyek Pemda : Tahun 2003 sampai sekarang).
7. Jaman mulai dibukanya jalan raya dari Sebuku menuju Sembakung, Lumbis dan Malinau pada tahun sekitar 2005.
8. Jaman mulai adanya subsidi angkutan barang dan penumpang untuk Pesawat ke Krayan dan Krayan Selatan, untuk angkutan darat di Sebuku, Sembakung dan Lumbis, dan untuk angkutan Laut dan Sungai untuk transportasi yang menghubungkan Nunukan, Sebuku, Seimenggaris.
9. Terbukanya jalur-jalur di Krayan dan Krayan Selatan hingga ke perbatasan, kemudian disusul dengan masuknya kendaraan motor dan mobil yang menggantikan fungsi Kerbau sebagai angkutan barang.

10. Jaman mulai adanya trayek angkutan speedboat antara Nunukan dan Sembakung (mulai tahun 2008)
11. Jaman Proyek-proyek Kelapa Sawit di Sebuku, Lumbis, Kanduangan, Semenggaris, Sebatik pada tahun 2007.
12. Jaman Adhindo : di Sebuku, Sembakung dan Lumbis tahun 2008-2009.
13. Jaman Kelapa Sawit mulai panen : di Sebuku mulai sekitar Tahun 2007, di Seimenggaris mulai 2009, di Sebatik mulai tahun 2009.
14. Jaman Bagan ikan teri di Sebatik.
15. Jaman harga BBM yang naik sangat tinggi, ditandai dengan tumbangnya para nelayan, terjadi pada tahun 2004.
16. Jaman Rumput Laut di Nunukan dan Sebatik mulai tahun 2008 akhir atau awal tahun 2009.
17. Dst.

Saya kira daftar ini akan semakin panjang jika kita melihatnya lebih detail pada perkembangan di tingkat kecamatan. Karena dalam mengukur suatu perubahan yang langsung bisa merasakan adalah masyarakat yang ada di dalam area tersebut. Namun demikian daftar di atas adalah yang sejauh ini diketahui oleh penulis baik langsung maupun tidak langsung melalui beberapa informasi yang selama ini berkembang.
 
Kemudian apa yang seharusnya kita rekontruksi dari keadaan perekonomian masyarakat sekarang ini? Inilah yang sebenarnya menjadi agenda seluruh stake holder yang berada di Kabupaten Nunukan untuk mengambil peranannya sesuai dengan profesi dan bidang masing-masing. Adapun upaya rekonstruksi ekonomi masyarakat Kabupaten Nunukan berdasarkan komoditi dan bidang yang dominan, maka beberapa pemikiran dan inovasi dapat dilakukan agar ekonomi masyarakat menjadi bergairah lagi, pendapatan masyarakat akan naik, kegiatan perekonomian menggeliat dimana-mana dan kemiskinan akan semakin berkurang dan habis menguap meninggalkan bumi Kabupaten Nunukan.

(bersambung)
 

CARA TEPAT MEMBANGUN KRAYAN













RANCANGAN SISTEM PEMBANGUNAN PERTANIAN SECARA TERPADU DI KRAYAN

Oleh : Dian Kusumanto
(Sekretaris Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Nunukan)



Latar Belakang
-     Ciri khas pertanian organic untuk wilayah Krayan dan sekitarnya di dataran tinggi Borneo sudah ditetapkan dalam konvensi Hearth of Borneo
-     Ada kombinasi yang cukup harmonis antara persawahan dan ternak kerbau dalam system budidaya padi sawah ekositem basah di Krayan
-     Pola keterpaduan antara ternak kerbau dan budidaya Padi sawah sudah menjadi warisan leluhur yang terus dipertahankan

Permasalahan
-     Tuntutan perubahan terus terjadi akibat terbukanya akses baik keluar dan masuk ke Krayan
-     Pola kehidupan modern dan tuntutan pola kehidupan masyarakat mulai berubah dan semakin beragam, yang menyebabkan kebutuhan hidup meningkat sementara system dan pola usaha tani yang menjadi andalan masyarakat cenderung tetap atau bahkan semakin menurun.
-     Lapangan usaha pertanian cenderung mulai ditinggalkan atau kurang menarik bagi generasi muda, menyebabkan regenerasi pekerja usaha tani dalam masa yang akan datang menjadi terancam kelangsungannya.
-     Luas Areal Tanam Padi ada kecenderungan menurun karena beberapa sebab, antara lain pertama karena menurunnya luas tanam, meningkatnya lahan yang tidak produktif atau ditinggalkan karena regenerasi pekerjaan usaha tani kurang diminati para pemuda. 
-     Dalam system usaha tani di Krayan ternak Kerbau di samping turut menjaga keseimbangan system budidaya Padi sawah, di sisi lain ternyata menjadi factor penghambat dalam system usaha lahan kering masyarakat.  Kerbau malah cenderung menjadi ‘hama besar’ yang menyebabkan komoditas lainnya tidak berkembang optimal, sehingga praktis masyarakat petani ‘hanya’ mengandalkan pada usaha tani Padi sawah dan ternak Kerbau sebagai sumber pendapatan tani mereka.
-     Jumlah populasi Kerbau semakin menurun dari tahun ke tahun yang disebabkan karena penjualan Kerbau ke Luar Negeri, penyembelihan untuk berbagai kepentingan konsumsi, yang tidak dimbangi dengan produktifitas. Pada 1999 populasi kerbau masih sekitar 9.000 ekor dan berdasarkan hasil pendataan ternak 2011 yang dilaksanakan BPS, populasi ternak kerbau di Kecamatan Krayan sekitar 2.987 ekor.
-     Menurunnya populasi Kerbau tentu akan mengganggu kelangsungan sistem pertanian Padi Sawah dan  dikhawatirkan produksi Padi sawah akan semakin menurun  pada masa yang akan  datang.

Langkah yang perlu dilakukan
-     Perlu dilakukan upaya-upaya untuk tetap mempertahankan sumber pendapatan masyarakat dari usaha budidaya Padi sawah dan ternak Kerbau di Krayan.
-     Perlu pengembangan system yang lebih produktif sehingga akan meningkatkan produktifitas Padi sawah dan ternak Kerbau serta berkembangnya system usaha tani lahan kering di Krayan sebagai upaya penganeka ragaman sumber dan peningkatan pendapatan usaha tani dengan ekosistem yang tetap terjaga kelangsungannya.
-     Perlu dicarikan pola usaha tani yang beragam dan menarik bagi generasi muda sehingga bisa menjadi andalan sumber penghasilan yang tidak kalah dengan bidang usaha di luar usaha tani yang selama ini menjadi daya tarik mereka.  Usaha tani yang akan dikembangkan adalah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga masih bisa toleran dengan biaya transportasi hasil produksi maupun biaya pemasaran produk.
-     Perlu mengadopsi perkembangan teknologi yang terbaru namun tetap dalam prinsip-prinsip pertanian organic sesuai semangat konvensi ‘hearth of Borneo’.
-     Perlu meningkatkan mutu, nilai, ‘branding’ produk-produk pertanian sehingga mendongkrak nilai tambah dan nilai tukar petani serta hasil usaha taninya.

Beberapa alternative upaya praktis pembangunan pertanian secara terpadu :
1.    Mencegah berkurangnya populasi Kerbau sekaligus meningkatkan produktifitas Kerbau dengan beberapa cara sebagai berikut :
a.    Penyediaan dana untuk pembelian Kerbau yang akan dijual ke luar negeri
b.    Mencegah pembenyembelihan Kerbau produktif untuk kepentingan konsumsi masyarakat dan menggantinya dengan jenis ternak yang lainnya seperti Sapi, Payau, Babi, Ayam, Itik, dll.
c.    Menyediakan dana kredit untuk pembelian Kerbau dari Luar negeri.
d.    Ada insentive bagi peternak Kerbau agar masyarakat termotivasi untuk turut mengembangkan populasi Kerbau di Krayan.

2.    Mencegah potensi Kerbau sebagai ‘hama besar’ dan sekaligus meningkatkan daya dukung Kerbau dalam usaha tani Padi sawah dan usaha tani lahan kering dengan beberapa cara sebagai berikut :
a.    Melakukan pola ‘kandangisasi’ Kerbau di dekat areal persawahan petani.  Kandangisasi memang belum lazim pada system budaya dan budidaya masyarakat di Krayan, oleh karena itu perlu dibangun model-model tepat guna, tepat cara, tepat skala, tepat pola, tepat metode kandangisasi serta sumber pakan pendukung, kesesuaian dan kemudahan dalam aplikasinya bagi petani.
b.    Mengelola limbah ternak Kerbau untuk sumber pupuk organic dengan teknoogi yang murah dan tepat guna bagi lahan sawah dan lahan kering di Krayan
c.    Membuat konvensi dalam pengelolaan budidaya Kerbau yang lebih produktif dan lebih optimal dalam system usaha pertanian di Krayan dengan ‘Branding’ yang ‘acceptable’, ‘proudly’ dan ‘marketable’.

3.    Mencegah penurunan genetic sekaligus meningkatkan produktifitas Kerbau Krayan dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
a.    Pengembangan program kandangisasi
b.    Pengembangan kegiatan Inseminasi Buatan (IB)
c.    Melakukan pendidikan dan pelatihan teknis IB dan teknis peternakan lainnya terhadap calon tenaga IB maupun tenaga teknis peternakan yang ada di Krayan

4.    Mengembangkan Kandangisasi Kerbau dan penyediaan pakan ternak Kerbau di Krayan :
a.    Memanfatkan dan mengelola jerami sebagai sumber pakan Kerbau dengan system kandang
b.    Mengembangkan budidaya Azolla sebagai sumber bahan pakan alternative bagi ternak Kerbau di areal persawahan Padi sawah Krayan
c.    Mengembangkan ‘Kandang Ngebrok’ untuk ternak Kerbau Krayan.
d.    Membuat suatu model kandangisasi yang terintegrasi dengan system persawahan, system pengolahan pupuk organic baik padat maupun pupuk cair, pestisida nabati dari Urine Kerbau dan lain-lain.

5.    Mencegah penurunan produktifitas Padi sawah sekaligus meningkatkan produktifitas lahan Padi sawah dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
a.    Pengembangan penangkaran Padi sawah mandiri pada tingkat kelompok tani
b.    Pengembangan pola pertanian organic pada Padi sawah dengan teknologi tepat guna bagi masyarakat petani di Krayan
c.    Penggunaan pupuk organic hasil dari pengelolaan limbah ternak untuk budidaya Padi sawah maupun usaha tani lahan kering.
d.    Memperbaiki tata pengairan sawah dan pola budidaya Padi SRI Organik.

6.    Meningkatkan nilai tambah dan nilai tukar hasil produksi petani
a.    Meningkatkan upaya pengolahan paska panen padi yang lebih bermutu
b.    Melakukan ‘branding’ untuk meningkatkan nilai jual, hal ini karena Beras Adan Krayan memang sudah dikenal melebih Beras Anti Diabetes bermerk Taj Mahal dari India, dan lain-lain.
c.    Perbaikan system pengemasan beras yang menarik dan berkelas dengan perlindungan merek dan paten atas produk dari Beras Adan ini.
d.    Melakukan manajemen tata niaga beras Krayan yang lebih berdaya saing dan daya jual yang kuat baik untuk pasar di luar negeri (Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam dan lain-lain) maupun untuk pasar dalam negeri Indonesia.
e.    Menumbuhkan kelembagaan pemasaran beras Krayan yang bisa mempersatukan pola pemasaran beras yang sendiri-sendiri, tidak tertata, lemah dalam bargaining harga dengan pihak pembeli di luar negeri (Ba’kalalan).  Bentuk yang sudah dicoba adalah melalui Gapoktan-gapoktan dengan beberapa program yang diarahkan, seperti LDPM dari Badan Ketahanan Pangan dan PUAP dari Badan Pengembangan SDM Kementrian Pertanian.  Untuk selanjutnya Koperasi Beras Krayan bisa dikembangkan untuk mengawal sehinga nilai harga beras Krayan di luar negeri menjadi lebih pantas (tinggi) dan memiliki branding yang kuat sehingga daya saingnya dengan produk sejenis juga semakin kuat.

7.    Diversifikasi usaha pertanian di Krayan
a.    Pengembangan komoditi usaha pertanian lahan kering yang cocok dengan kondisi social, ekonomi, geografis dan budaya di Krayan
b.    Mengembangan komoditi yang bernilai tinggi sehingga bisa mereduksi beban biaya angkutan dan pemasaran yang relative sangat mahal.  Komoditi yang disarankan seperti Vanili, Nilam, Cengkeh,
c.    Perlu dikembangkan komoditi yang bisa mensubstitusi pangan masyarakat maupun pakan bagi ternak masyarakat (yang selama ini menjadi beban padi atau beras).   Sumber-sumber bahan pangan yang sekaligus bisa menjadi sumber pakan bagi sebagian besar ternak adalah Singkong, Tebu, Ubi-ubian lainnya, maupun sumber-sumber bahan gula lainnya.
d.    Perlu mengurangi ketergantungan dari pasokan dari luar negeri atau dari luar Krayan terhadap komoditi-komoditi yang sebenarnya bisa dihasilkan di Krayan sendiri.

(Ditulis untuk bahan pemikiran tambahan pada Workshop Forum Profesor Riset di Kabupaten Nunukan)